Kamis, 02 Februari 2017

Why Should We CARE About Our Personality


Teman Magang Tercintaaah😘
Yassssh, 3 minggu kemarin ( 26 Desember 2016- 14 Januari 2017 ) adalah pelajaran yang  berarti dalam hidup, karena aku diberi kesempatan untuk terjun langsung ke lapangan. Tepatnya aku dan teman-teman sebagai mahasiswa psikologi yang magang di salah satu Rumah Sakit di daerah Banyumas. Saat itu kita ditempatkan di bagian Poli Jiwa, nah awalnya kita ragu, namanya juga belajar yak hehe. Kemudian setelah melewati beberapa hari, kita mulai terbiasa dengan rutinitas disana. Kita mulai terbiasa untuk berinteraksi dengan penderita gangguan jiwa. Sedikit banyak kita mulai mengerti mengapa mereka bisa seperti itu. Dari mulai pola asuh yang kurang tepat, ketidakmampuan individu untuk mengatasi stres / masalah yang dihadapi, hingga pendampingan yang kurang tepat dari keluarga dan orang-orang terdekatnya. Nah mari kita bahas satu per satu :
1. Pola Asuh 
Pola asuh merupakan perilaku mengasuh dan mendidik yang dilakukan orang tua kepada anaknya. Ada beberapa jenis pola asuh :
a. Pola Asuh Demokratis
Orang tua dengan pola asuh tipe ini memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dengan tetap memantau si anak. Orang tua dengan tipe ini bersikap realistis terhadap kemampuan anak dan memiliki komunikasi yang hangat dengan anak.
b. Pola Asuh Otoriter
Orang tua cenderung menetapkan hal-hal yang mutlak harus dituruti, biasanya disertai dengan ancaman-ancaman bila anak tidak melakukan sesuai dengan  standar tersebut. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah, dan menghukum apabila anak melanggar standar yang ditetapkan. Komunikasi dalam tipe ini bersifat satu arah, yaitu berdasarkan keinginan orang tua saja.
c. Pola Asuh Permisif
Orang tua memberikan pengawasan yang sangat longgar, dalam artian memberikan kesempatan pada anak untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup. 

Kepribadian seseorang dibentuk pula oleh pola asuh yang diberikan orang tua mereka. Misalnya, orang tua dengan tipe pola asuh yang otoriter akan membentuk karakter anak yang penakut, pendiam, tertutup, suka melanggar norma, pencemas serta kurang percaya diri. Dalam beberapa kasus penderita gangguan jiwa di tempat saya magang, mereka kebanyakan mendapat pola asuh otoriter dan permisif. Dimana dalam tipe ini, mereka cenderung mendapatkan porsi pengawasan yang kurang tepat. Sehingga ketika mereka memiliki masalah, mereka cenderung menutupinya dari orangtua dan keluarga terdekat. Ketika anak menjadi pribadi yang tertutup, maka orangtua pun akan sulit untuk mengawasi. Misal ketika ada masalah pekerjaan, anak cenderung diam dan memendamnya sendiri. Orang tua pun merasa baik-baik saja. Ketika anak selalu diam, bukan berarti ia tidak memiliki masalah, dan bukan berarti orang tua justru tenang dan membiarkan.

2. Cara Mengatasi Stres
Cara mengatasi stres atau disebut dengan coping stres adalah cara seseorang untuk mengatasi situasi atau masalah yang dialami sebagai ancaman atau suatu tantangan yang menyakitkan sehingga individu tersebut memperoleh rasa aman ( tidak stres ) dalam dirinya.  ada berbagai cara untuk mengatasi stres :
a. Berbicara dengan orang lain
b. Mencari informasi lebih banyak tentang masalah yang dihadapi
c. Sabar dalam mengambil tindakan
d. Melakukan hobi; pergi karaoke, olahraga atau kegiatan lain
e. Istirahat yang cukup
f. Dan hal lain yang membuat kalian nyaman dan tenang

"Pikiran manusia ibarat sebuah gelas, masalah yang datang akan masuk dan menumpuk. semakin menumpuk maka gelas itu akan tumpah. Maka dari itu dibutuhkan celah-celah / fentilasi sebagai strategi mengatasi stres" 

3. Pendampingan yang kurang tepat
Ketika anggota keluarga ada sakit, pasti anggota lain ikut merasakan khawatir dan cemas. Diperlukan kesabaran dalam merawat orang yang sedang sakit. begitu pula penderita gangguan jiwa, diperlukan kesabaran dan keikhlasan untuk merawat dan menemaninya. Apalagi mereka yang kondisi emosional nya belum stabil, ini menjadi cobaan yang harus dihadapi bagi keluarga sebagai pendamping bagi penderita gangguan jiwa. Pendampingan yang kurang tepat adalah mendampingi dengan setengah hati. Misalnya memarahi penderita, memukul, serta menjauhinya.

Seperti orang lain, mereka butuh teman, mereka butuh orang lain untuk mencurahkan isi hatinya, mereka butuh menumpahkan isi gelasnya kepada orang lain. Mereka diam bukan berarti baik-baik saja, mereka aneh bukan berarti harus dijauhi, justru mereka butuh bantuan kita. Saya merasa senang bisa ikut berkontribusi meskipun hanya beberapa minggu, namun keberadaan kami bisa diterima oleh mereka, oleh keluarga mereka. Satu kata dari mereka sangat berarti bagi kami, keterbukaan mereka sangat berarti. Then why should we care about our personality? Karena menjadi seseorang yang sehat mental itu menyenangkan. Jadi ketagihan magang lagi deeh he he. Salam sehat jiwa!🙌

Tidak ada komentar:

Posting Komentar